Zaman
Jepang
Pada zaman Jepang, Residente
Lampoengsche Districten dirubah namanya oleh Jepang menjadi Lampung Syu.
Lampung Syu dibagi dalam 3 (tiga) Ken, yaitu:
- Teluk Betung Ken
- Metro Ken
- Kotabumi Ken
Wilayah Kota Metro sekarang, pada
waktu itu termasuk Metro Ken yang terbagi dalam beberapa Gun, Son, Marga-marga
dan Kampung-kampung. Ken dikepalai oleh Kenco, Gun dikepalai oleh Gunco, Son
dikepalai oleh Sonco, Marga dikepalai oleh seorang Margaco, sedangkan Kampung
dikepalai oleh Kepala Kampung.
Zaman
Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan dengan
berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan UUD 1945, maka Metro Ken menjadi
Kabupaten Lampung Tengah termasuk Kota Metro didalamnya. Berdasarkan Ketetapan
Residen Lampung No. 153/ D/1952 tanggal 3 September 1952 yang kemudian
diperbaiki pada tanggal 20 Juli 1956 ditetapkan:
- Menghapuskan daerah marga-marga dalam Keresidenan
Lampung.
- Menetapkan kesatuan-kesatuan daerah dalam Keresidenen
Lampung dengan nama "Negeri" sebanyak 36 Negeri.
- Hak milik marga yang dihapuskan menjadi milik negeri
yang bersangkutan.
Dengan dihapuskannya Pemerintahan
Marga maka sekaligus sebagai nantinya dibentuk Pemerintahan Negeri.
Pemerintahan Negeri terdiri dari seorang Kepala Negeri dan Dewan Negeri, Kepala
Negeri dipilih oleh anggota Dewan Negeri dan para Kepala Kampung. Negeri Metro
dengan pusat pemerintahan di Metro (dalam Kecamatan Metro).
Dalam praktek, dirasakan kurangnya
keserasian antara pemerintahan, keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas
penierintahan oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung pada
tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk secara bertahap Pemerintahan Negeri
dihapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada
kecamatan setempat.
Pada zaman Pemerintahan Belanda Kota
Metro masih merupakan hutan belantara yang merupakan bagian dari wilayah Marga
Nuban, yang kemudian dibuka oleh para kolonisasi pada tahun 1936. Pada tahun
1937 resmi diserahkan oleh Marga Nuban dan sekaligus diresmikan sebagai Pusat
Pemerintahan Onder Distrik (setingkat kecamatan).
Pada zaman pemerintahan Jepang onder
distrik tersebut tetap diakui dengan nama Sonco (caniat). Pada zaman
pelaksanaan kolonisasi selain Metro juga terbentuk onder distrik yaitu
Pekalongan, Batanghari, Sekampung dan Trimurjo.
Kelima onder distrik ini mendapat
rencana pengairan teknis yang bersumber dari Way sekampung yang pelaksanaannya
dilaksanakan oleh para kolonisasi-kolonisasi yang sudah bermukim di
bedeng-bedeng dimulai dari Bedeng 1 bertempat di Trimurjo dan Bedeng 67 di
Sekampung, yang kemudian nama bedeng tersebut diberi nama, contohnya Bedeng 21,
Yosodadi.
Istilah bedeng-bedeng itu masih
dijumpai sampai sekarang. Jika dateng ke kota ini lebih mudah menemukan daerah
dengan istilah angka-angka/bedeng. Misal di Trimurjo ada bedeng 1, 2, 3, 4, 5,
6c, 6 polos, 6b, 6d, 7a, 7c, 8, 10, 11a, 11b, 11c, 12a, 12b, 12c, 13 dst sampai
67 di Sekampung
(sekarang masuk Lampung Timur).
Bedeng yang termasuk kota Metro yaitu 14-1 (Ganjar Agung), 14-2, 15, 16a, 16c,
dst. Di Kota Metro lebih mudah menemukan daerah dengan sebutan 16c dibanding
Mulyo jati. Lebih enak bicara daerah 22 dibanding Hadimulyo. Lebih populer di
masyarakat nama 21c dibanding Yosomulyo. Kota Metro
Pada zaman Jepang pengairan teknis
masih terus dilanjutkan karena pada waktu pemerintahan Belanda belum juga
terselesaikan.
Dan pada zaman kemerdekaan pengairan
teknis tersebut masih terus dilanjutkan sesuai dengan pengembangan teknis yang
direncanakan hingga sekarang.
Adapun nama Kota Metro sebenarnya
dari bahasa Jawa "Mitro", yang berarti sahabat (tempat berkumpulnya
orang untuk bersahabat atau menjalin persahabatan).
Dan menurut bahasa Belanda
"Meterm" yang berarti pusat (centrum) dengan demikian diartikan
sebagai suatu tempat yang diletakkan strategis Mitro yang berarti sahabat, hal
tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah
diluar wilayah Sumatera. Pada zaman kemerdekaan nama Kota Metro tetap Metro.
Dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka
Metro menjadi Kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati pada tahun 1945,
yang pada waktu itu Bupati yang pertama menjabat adalah Burhanuddin
(1945-1948).
Wilayah
administrasi
Sebelum
1986
Sebelum menjadi kota administratif
pada tahun 1986, Metro berstatus kecamatan yakni kecamatan Metro Raya dengan 6
(enam) kelurahan dan 11(sebelas) desa.
Adapun 6 kelurahan itu adalah:
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Mulyojati
- Kelurahan Tejosari
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Hadimulyo
- kelurahan Ganjar Agung
Sedangkan 11 desa tersebut adalah:
- Desa Karangrejo
- Desa Banjar Sari
- Desa Purwosari
- Desa Margorejo
- Desa Rejomulyo
- Desa Sumbersari
- Desa Kibang
- Desa Margototo
- Desa Margajaya
- Desa Sumber Agung
- Desa Purbosembodo
1986
sampai dengan 2000
Atas dasar Peraturan Pemerintah No.
34 tahun 1986 tanggal 14 Agustus 1986 dibentuk Kota Administratif Metro yang
terdiri dari Kecamatan Metro Raya dan Bantul vang diresmikan pada tanggal 9
September 1987 oleh Menteri Dalam Negeri.
Yang dalam perkembangannya lima desa
di seberang Way Sekampung atau sebelah Selatan Wav Sekampung dibentuk menjadi
satu Kecamatan, yaitu kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah
pembantu Bupati Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi
Kabupaten Lampung Timur). Dan pada tahun yang sama terbentuk 2 wilayah pembantu
Bupati yaitu Sukadana dan Gunung Sugih.
Dengan kondisi dan potensi yang,
cukup besar serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotif
Metro tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan juga
pusat pemerintahan, maka sewajarnyalah dengan kondisi dan potensi yang ada
tersebut Kotif Metro ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Metro.
Harapan memperoleh Otonomi Daerah
terjadi pada tahun 1999, dengan dibentuknya Kota Metro sebagai daerah otonom
berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 yang diundangkan tanggal 20 April
1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama-sama dengan
Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon, Kota Depok (Jawa Barat ),Kota Banjarbaru
(Kalsel) dan Kota Ternate (Maluku Utara).
Kota Metro pada saat diresmikan
terdiri dari 2 kecamatan, yang masing-masing adalah sebagai berikut:
Kecamatan Metro Raya, membawahi:
- Kelurahan Metro
- Kelurahan Ganjar Agung
- Kelurahan Yosodadi
- Kelurahan Hadimulyo
- Kelurahan Banjarsari
- Kelurahan Purwosari
- Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Bantul, membawahi:
- Kelurahan Mulyojati
- Kelurahan Tejosari
- Desa Margorejo
- Desa Rejomulyo
- Desa Sumbersari
2000
sampai sekarang
Kota Metro terbagi atas 5 kecamatan
berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pemekaran
Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro, wilayah administrasi pemerintahan Kota
Metro dimekarkan menjadi 5 kecamatan yang meliputi 22 kelurahan.
- Metro Barat:
11,28 km²
- Metro Pusat:
11,71 km²
- Metro Selatan:
14,33 km²
- Metro Timur:
11,78 km²
- Metro Utara:
19,64 km²