Kamis, 12 September 2013

Pemerintahan Kota Metro Lampung



Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 yang peresmiannya dilakukan di Jakarta pada tanggal 27 April 1999. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Metro pada mulanya dibentuk melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 yang terdiri dari 9 Dinas Otonom Daerah, yaitu: 10 Bagian Sekretariat Daerah, 4 Badan dan 2 Kantor. Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, Pemerintah Daerah Kota Metro melakukan penataan organisasi Perangkat Daerah sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah.
Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Metro secara rinci adalah sebagai berikut:
  1. Sekretariat Daerah, terdiri dari:
    1. Asisten I/Pemerintahan, meliputi Bagian Pemerintahan, Bagian Hukum, Bagian Humas dan Protokol.
    2. Asisten II/Pembangunan, meliputi Bagian Perekonomian, Administrasi Pembangunan, Kesejahteraan Rakyat dan Pemberdayaan Perempuan.
    3. Asisten III/Administrasi, meliputi Bagian Organisasi, Bagian Keuangan Bagian Perlengkapan dan Bagian Umum.
  2. Sekretariat DPRD, terdiri dari:
    1. Bagian Persidangan
    2. Bagian Hukum
    3. Bagian Keuangan
    4. Bagian Umum
  3. Dinas Daerah, terdiri dari:
    1. Dinas Pekerjaan Umum
    2. Dinas Kesehatan
    3. Dinas Pendidikan
    4. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
    5. Dinas Tata Kota dan Lingkungan Hidup
    6. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
    7. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
    8. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial
    9. Dinas Pertanian
    10. Dinas Pasar
    11. Dinas Pendapatan Daerah
  4. Lembaga Teknis Daerah, terdiri dari:
    1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
    2. Badan Pengawasan Daerah
    3. Badan Kepegawaian Daerah
    4. Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah
    5. Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana
    6. Rumah Sakit Umum Ahmad Yani
    7. Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
    8. Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan Terpadu
    9. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
    10. Satuan Polisi Pamong Praja
  5. Kecamatan dan Kelurahan, terdiri dari:

Kecamatan Metro Pusat

  • Kelurahan Metro
  • Kelurahan Imopuro
  • Kelurahan Hadimulyo Timur
  • Kelurahan Hadimulyo Barat
  • Kelurahan Yosomulyo

Kecamatan Metro Timur

  • Kelurahan Iringmulyo
  • Kelurahan Yosodadi
  • Kelurahan Yosorejo
  • Kelurahan Tejosari
  • Kelurahan Tejoagung

Kecamatan Metro Barat

  • Kelurahan Mulyojati
  • Kelurahan Mulyosari
  • Kelurahan Ganjar Asri
  • Kelurahan Ganjar Agung

Kecamatan Metro Utara

  • Kelurahan Banjar Sari
  • Kelurahan Karang Rejo
  • Kelurahan Purwosari
  • Kelurahan Purwoasri

Kecamatan Metro Selatan

  • Kelurahan Sumbersari
  • Kelurahan Margorejo
  • Kelurahan Margodadi
  • Kelurahan Tejosari

Hari Jadi Kota Metro



Sejarah kelahiran Kota Metro bermula dengan dibangunnya sebuah induk desa baru yang diberi nama Trimurjo. Dibangunnya desa ini dimaksudkan untuk menampung sebagian dari kolonis yang didatangkan oleh perintah Hindia belanda pada tahun 1934 dan 1935, serta untuk menampung kolonis-kolonis yang akan didatangkan berikutnya.
Kedatangan kolonis pertama didesa Trimurjo yaitu pada hari sabtu tanggal 4 April 1936 yang ditempatkan pada bedeng-bedeng kemudian diberi penomoran kelompok bedeng, dan sampai saat ini istilah penomorannya masih populer dan masih dipergunakan oleh masyarakat Kota Metro pada umumnya.
Setelah ditempati oleh para kolonis, daerah bukaan baru yang termasuk dalam kewedanaan sukadana yaitu Marga Unyi dan Buay Nuba ini berkembang dengan pesat. Daerah ini menjadi semakin terbuka dan penduduk kolonispun semakin bertambah, sementara kegiatan perekonomian mulai tambah dan berkembang.
Berdasarkan keputusan rapat Dewan Marga tanggal 17 Mei 1937 daerah kolonisasi ini dipisahkan dari hubungan marga. Dan pada Hari selasa tanggal 9 juni 1937 nama desa Trimurjo diganti dengan nama Metro. Tanggal 9 juni inilah yang menjadi dasar penetapan Hari Jadi Kota Metro, sebagaimana yang telah dituangkan dalam perda Nomor 11 Tahun 2002 tentang Hari Jadi Kota Metro.

Selasa, 10 September 2013

Batas wilayah Kota Metro Lampung



Batas wilayah
Kota Metro memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Kondisi tanah

Berdasarkan karakteristik topografinya, Kota Metro merupakan wilayah yang relatif datar dengan kemiringan <6°, tekstur tanah lempung dan liat berdebu, berstruktur granular serta jenis tanah podzolik merah kuning dan sedikit berpasir. Sedangkan secara geologis, wilayah Kota Metro di dominasi oleh batuan endapan gunung berapi jenis Qw.
Iklim

Wilayah Kota Metro yang berada di Selatan Garis Khatulistiwa pada umumnya beriklim humid tropis dengan kecepatan angin rata-rata 70 km/hari. Ketinggian wilayah berkisar antara 25-60 m dari permukaan laut (dpl), suhu udara antara 26 °C 29 °C, kelembaban udara 80%-88% dan rata-rata curah hujan per tahun 2.264 sampai dengan 2.868 mm.

Penggunaan Lahan
Pola penggunaan lahan di Kota Metro secara garis besar dikelompokan ke dalam 2 jenis penggunaan, yaitu lahan terbangun (build up area) dan tidak terbangun. Lahan terbangun terdiri dari kawasan pemukiman, fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas perdagangan dan jasa, sedangkan lahan tidak terbangun terdiri dari persawahan, perladangan dan penggunaan lain-lain.
Kawasan tidak terbangun di Kota Metro didominasi oleh persawahan dengan sistem irigasi teknis yang mencapai 2.982,15 hektar atau 43,38% dari luas total wilayah. Selebihnya adalah lahan kering pekarangan sebesar 1.198,68 hektar, tegalan 94,49 hektar dan sawah non irigasi sebesar 41,50 hektar.

Mata Pencaharian Penduduk
Mata pencaharian penduduk Kota Metro pada tahun 2005 bergerak pada sektor jasa (28,56%), sektor perdagangan (28,18), sektor pertanian (23,97%), transportasi dan komunikasi (9,84%) serta konstruksi (5,63%)

Hari Jadi Kota Metro
Sejarah kelahiran Kota Metro bermula dengan dibangunnya sebuah induk desa baru yang diberi nama Trimurjo. Dibangunnya desa ini dimaksudkan untuk menampung sebagian dari kolonis yang didatangkan oleh perintah Hindia belanda pada tahun 1934 dan 1935, serta untuk menampung kolonis-kolonis yang akan didatangkan berikutnya.
Kedatangan kolonis pertama didesa Trimurjo yaitu pada hari sabtu tanggal 4 April 1936 yang ditempatkan pada bedeng-bedeng kemudian diberi penomoran kelompok bedeng, dan sampai saat ini istilah penomorannya masih populer dan masih dipergunakan oleh masyarakat Kota Metro pada umumnya.
Setelah ditempati oleh para kolonis, daerah bukaan baru yang termasuk dalam kewedanaan sukadana yaitu Marga Unyi dan Buay Nuba ini berkembang dengan pesat. Daerah ini menjadi semakin terbuka dan penduduk kolonispun semakin bertambah, sementara kegiatan perekonomian mulai tambah dan berkembang.
Berdasarkan keputusan rapat Dewan Marga tanggal 17 Mei 1937 daerah kolonisasi ini dipisahkan dari hubungan marga. Dan pada Hari selasa tanggal 9 juni 1937 nama desa Trimurjo diganti dengan nama Metro. Tanggal 9 juni inilah yang menjadi dasar penetapan Hari Jadi Kota Metro, sebagaimana yang telah dituangkan dalam perda Nomor 11 Tahun 2002 tentang Hari Jadi Kota Metro.

Pemerintahan
Kota Metro dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 yang peresmiannya dilakukan di Jakarta pada tanggal 27 April 1999. Struktur Organisasi Pemerintah Kota Metro pada mulanya dibentuk melalui Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2001 yang terdiri dari 9 Dinas Otonom Daerah, yaitu: 10 Bagian Sekretariat Daerah, 4 Badan dan 2 Kantor. Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003, Pemerintah Daerah Kota Metro melakukan penataan organisasi Perangkat Daerah sebagaimana diatur dalam Perda Nomor 3 Tahun 2003 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah.
Susunan Organisasi Perangkat Daerah Kota Metro secara rinci adalah sebagai berikut:
  1. Sekretariat Daerah, terdiri dari:
    1. Asisten I/Pemerintahan, meliputi Bagian Pemerintahan, Bagian Hukum, Bagian Humas dan Protokol.
    2. Asisten II/Pembangunan, meliputi Bagian Perekonomian, Administrasi Pembangunan, Kesejahteraan Rakyat dan Pemberdayaan Perempuan.
    3. Asisten III/Administrasi, meliputi Bagian Organisasi, Bagian Keuangan Bagian Perlengkapan dan Bagian Umum.
  2. Sekretariat DPRD, terdiri dari:
    1. Bagian Persidangan
    2. Bagian Hukum
    3. Bagian Keuangan
    4. Bagian Umum
  3. Dinas Daerah, terdiri dari:
    1. Dinas Pekerjaan Umum
    2. Dinas Kesehatan
    3. Dinas Pendidikan
    4. Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga
    5. Dinas Tata Kota dan Lingkungan Hidup
    6. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
    7. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi
    8. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial
    9. Dinas Pertanian
    10. Dinas Pasar
    11. Dinas Pendapatan Daerah
  4. Lembaga Teknis Daerah, terdiri dari:
    1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
    2. Badan Pengawasan Daerah
    3. Badan Kepegawaian Daerah
    4. Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah
    5. Badan Kependudukan, Catatan Sipil dan Keluarga Berencana
    6. Rumah Sakit Umum Ahmad Yani
    7. Kantor Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat
    8. Kantor Pelayanan Administrasi Perizinan Terpadu
    9. Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah
    10. Satuan Polisi Pamong Praja
  5. Kecamatan dan Kelurahan, terdiri dari:
  • Kelurahan Metro
  • Kelurahan Imopuro
  • Kelurahan Hadimulyo Timur
  • Kelurahan Hadimulyo Barat
  • Kelurahan Yosomulyo
  • Kelurahan Iringmulyo
  • Kelurahan Yosodadi
  • Kelurahan Yosorejo
  • Kelurahan Tejosari
  • Kelurahan Tejoagung
  • Kelurahan Mulyojati
  • Kelurahan Mulyosari
  • Kelurahan Ganjar Asri
  • Kelurahan Ganjar Agung

  • Kelurahan Banjar Sari
  • Kelurahan Karang Rejo
  • Kelurahan Purwosari
  • Kelurahan Purwoasri
  • Kelurahan Sumbersari
  • Kelurahan Margorejo
  • Kelurahan Margodadi
  • Kelurahan Tejosari
Pendidikan


Kota Metro Lampung Zaman Jepang



Zaman Jepang
Pada zaman Jepang, Residente Lampoengsche Districten dirubah namanya oleh Jepang menjadi Lampung Syu. Lampung Syu dibagi dalam 3 (tiga) Ken, yaitu:
  1. Teluk Betung Ken
  2. Metro Ken
  3. Kotabumi Ken
Wilayah Kota Metro sekarang, pada waktu itu termasuk Metro Ken yang terbagi dalam beberapa Gun, Son, Marga-marga dan Kampung-kampung. Ken dikepalai oleh Kenco, Gun dikepalai oleh Gunco, Son dikepalai oleh Sonco, Marga dikepalai oleh seorang Margaco, sedangkan Kampung dikepalai oleh Kepala Kampung.
Zaman Indonesia Merdeka
Setelah Indonesia merdeka dan dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan UUD 1945, maka Metro Ken menjadi Kabupaten Lampung Tengah termasuk Kota Metro didalamnya. Berdasarkan Ketetapan Residen Lampung No. 153/ D/1952 tanggal 3 September 1952 yang kemudian diperbaiki pada tanggal 20 Juli 1956 ditetapkan:
  • Menghapuskan daerah marga-marga dalam Keresidenan Lampung.
  • Menetapkan kesatuan-kesatuan daerah dalam Keresidenen Lampung dengan nama "Negeri" sebanyak 36 Negeri.
  • Hak milik marga yang dihapuskan menjadi milik negeri yang bersangkutan.
Dengan dihapuskannya Pemerintahan Marga maka sekaligus sebagai nantinya dibentuk Pemerintahan Negeri. Pemerintahan Negeri terdiri dari seorang Kepala Negeri dan Dewan Negeri, Kepala Negeri dipilih oleh anggota Dewan Negeri dan para Kepala Kampung. Negeri Metro dengan pusat pemerintahan di Metro (dalam Kecamatan Metro).
Dalam praktek, dirasakan kurangnya keserasian antara pemerintahan, keadaan ini menyulitkan pelaksanaan tugas penierintahan oleh sebab itu Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Lampung pada tahun 1972 mengambil kebijaksanaan untuk secara bertahap Pemerintahan Negeri dihapus, sedangkan hak dan kewajiban Pemerintahan Negeri beralih kepada kecamatan setempat.
Pada zaman Pemerintahan Belanda Kota Metro masih merupakan hutan belantara yang merupakan bagian dari wilayah Marga Nuban, yang kemudian dibuka oleh para kolonisasi pada tahun 1936. Pada tahun 1937 resmi diserahkan oleh Marga Nuban dan sekaligus diresmikan sebagai Pusat Pemerintahan Onder Distrik (setingkat kecamatan).
Pada zaman pemerintahan Jepang onder distrik tersebut tetap diakui dengan nama Sonco (caniat). Pada zaman pelaksanaan kolonisasi selain Metro juga terbentuk onder distrik yaitu Pekalongan, Batanghari, Sekampung dan Trimurjo.
Kelima onder distrik ini mendapat rencana pengairan teknis yang bersumber dari Way sekampung yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh para kolonisasi-kolonisasi yang sudah bermukim di bedeng-bedeng dimulai dari Bedeng 1 bertempat di Trimurjo dan Bedeng 67 di Sekampung, yang kemudian nama bedeng tersebut diberi nama, contohnya Bedeng 21, Yosodadi.
Istilah bedeng-bedeng itu masih dijumpai sampai sekarang. Jika dateng ke kota ini lebih mudah menemukan daerah dengan istilah angka-angka/bedeng. Misal di Trimurjo ada bedeng 1, 2, 3, 4, 5, 6c, 6 polos, 6b, 6d, 7a, 7c, 8, 10, 11a, 11b, 11c, 12a, 12b, 12c, 13 dst sampai 67 di Sekampung (sekarang masuk Lampung Timur). Bedeng yang termasuk kota Metro yaitu 14-1 (Ganjar Agung), 14-2, 15, 16a, 16c, dst. Di Kota Metro lebih mudah menemukan daerah dengan sebutan 16c dibanding Mulyo jati. Lebih enak bicara daerah 22 dibanding Hadimulyo. Lebih populer di masyarakat nama 21c dibanding Yosomulyo. Kota Metro
Pada zaman Jepang pengairan teknis masih terus dilanjutkan karena pada waktu pemerintahan Belanda belum juga terselesaikan.
Dan pada zaman kemerdekaan pengairan teknis tersebut masih terus dilanjutkan sesuai dengan pengembangan teknis yang direncanakan hingga sekarang.
Adapun nama Kota Metro sebenarnya dari bahasa Jawa "Mitro", yang berarti sahabat (tempat berkumpulnya orang untuk bersahabat atau menjalin persahabatan).
Dan menurut bahasa Belanda "Meterm" yang berarti pusat (centrum) dengan demikian diartikan sebagai suatu tempat yang diletakkan strategis Mitro yang berarti sahabat, hal tersebut dilatarbelakangi dari kolonisasi yang datang dari berbagai daerah diluar wilayah Sumatera. Pada zaman kemerdekaan nama Kota Metro tetap Metro. Dengan berlakunya pasal 2 Peraturan Peralihan Undang-undang Dasar 1945 maka Metro menjadi Kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati pada tahun 1945, yang pada waktu itu Bupati yang pertama menjabat adalah Burhanuddin (1945-1948).
Wilayah administrasi
Sebelum 1986
Sebelum menjadi kota administratif pada tahun 1986, Metro berstatus kecamatan yakni kecamatan Metro Raya dengan 6 (enam) kelurahan dan 11(sebelas) desa.
Adapun 6 kelurahan itu adalah:
  1. Kelurahan Metro
  2. Kelurahan Mulyojati
  3. Kelurahan Tejosari
  4. Kelurahan Yosodadi
  5. Kelurahan Hadimulyo
  6. kelurahan Ganjar Agung
Sedangkan 11 desa tersebut adalah:
  1. Desa Karangrejo
  2. Desa Banjar Sari
  3. Desa Purwosari
  4. Desa Margorejo
  5. Desa Rejomulyo
  6. Desa Sumbersari
  7. Desa Kibang
  8. Desa Margototo
  9. Desa Margajaya
  10. Desa Sumber Agung
  11. Desa Purbosembodo
1986 sampai dengan 2000
Atas dasar Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1986 tanggal 14 Agustus 1986 dibentuk Kota Administratif Metro yang terdiri dari Kecamatan Metro Raya dan Bantul vang diresmikan pada tanggal 9 September 1987 oleh Menteri Dalam Negeri.
Yang dalam perkembangannya lima desa di seberang Way Sekampung atau sebelah Selatan Wav Sekampung dibentuk menjadi satu Kecamatan, yaitu kecamatan Metro Kibang dan dimasukkan ke dalam wilayah pembantu Bupati Lampung Tengah wilayah Sukadana (sekarang masuk menjadi Kabupaten Lampung Timur). Dan pada tahun yang sama terbentuk 2 wilayah pembantu Bupati yaitu Sukadana dan Gunung Sugih.
Dengan kondisi dan potensi yang, cukup besar serta ditunjang dengan sarana dan prasarana yang memadai, Kotif Metro tumbuh pesat sebagai pusat perdagangan, pendidikan, kebudayaan dan juga pusat pemerintahan, maka sewajarnyalah dengan kondisi dan potensi yang ada tersebut Kotif Metro ditingkatkan statusnya menjadi Kotamadya Metro.
Harapan memperoleh Otonomi Daerah terjadi pada tahun 1999, dengan dibentuknya Kota Metro sebagai daerah otonom berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1999 yang diundangkan tanggal 20 April 1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999 di Jakarta bersama-sama dengan Kota Dumai (Riau), Kota Cilegon, Kota Depok (Jawa Barat ),Kota Banjarbaru (Kalsel) dan Kota Ternate (Maluku Utara).
Kota Metro pada saat diresmikan terdiri dari 2 kecamatan, yang masing-masing adalah sebagai berikut:
Kecamatan Metro Raya, membawahi:
  1. Kelurahan Metro
  2. Kelurahan Ganjar Agung
  3. Kelurahan Yosodadi
  4. Kelurahan Hadimulyo
  5. Kelurahan Banjarsari
  6. Kelurahan Purwosari
  7. Kelurahan Karangrejo
Kecamatan Bantul, membawahi:
  1. Kelurahan Mulyojati
  2. Kelurahan Tejosari
  3. Desa Margorejo
  4. Desa Rejomulyo
  5. Desa Sumbersari
2000 sampai sekarang
Kota Metro terbagi atas 5 kecamatan berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pemekaran Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro, wilayah administrasi pemerintahan Kota Metro dimekarkan menjadi 5 kecamatan yang meliputi 22 kelurahan.
  1. Metro Barat: 11,28 km²
  2. Metro Pusat: 11,71 km²
  3. Metro Selatan: 14,33 km²
  4. Metro Timur: 11,78 km²
  5. Metro Utara: 19,64 km²